1. Pendahuluan
Pendidikan pada dasarnya merupakan proses untuk membantu manusia dalam
mengembangkan potensi dirinya sehingga mampu menghadapi setiap perubahan yang
terjadi. Dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, pembangunan di
bidang pendidikan merupakan sarana dan wahana yang sangat baik dalam pembinaan
sumber daya insani. Oleh karena itu, pendidikan perlu mendapat perhatian dari
pemerintah, masyarakat dan pengelola pendidikan.
Perkembangan zaman akan berpengaruh dalam sebuah kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi, hal ini menuntut perkembangan akan dunia pendidikan pula. Dengan
pendidikan, seseorang akan mendapatkan berbagai macam ilmu baik ilmu
pengetahuan maupun ilmu teknologi. Tanpa sebuah pendidikan, seseorang akan
ketinggalan zaman dan tidak akan tahu tentang perkembangan dunia luar. Oleh sebab
itu, pendidikan sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satu masalah pokok dalam pembelajaran pada pendidikan formal
(sekolah) dewasa ini adalah masih rendahnya daya serap peserta didik. Hal ini
nampak dari rerata hasil belajar peserta didik yang senantiasa masih sangat
memprihatinkan. Prestasi ini tentunya merupakan hasil kondisi pembelajaran yang
masih bersifat konvensional dan tidak menyentuh ranah dimensi peserta didik itu
sendiri, yaitu bagaimana sebenarnya belajar itu (belajar untuk belajar). Dalam
arti yang lebih subtansial, bahwa proses pembelajaran hingga dewasa ini masih
memberikan dominasi guru dan tidak memberikan akses bagi anak didik untuk
berkembang secara mandiri melalui penemuan dan proses berpikirnya (Sumarliyah,
2010).
Pendidikan mempunyai nilai tanggung jawab untuk mendorong tumbuhnya
nilai-nilai luhur dalam diri siswa sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
Dengan demikian, pendidikan harus diarahkan untuk menghasilkan manusia yang
berkualitas dan mampu berkompetensi, disamping juga memiliki budi pekerti yang
luhur dan moral yang baik.
Faktor yang mendukung tercapainya tujuan pendidikan, salah satunya adalah
adanya iklim pembelajaran yang kondusif. Iklim pembelajaran yang dikembangkan
guru mempunyai pengaruh yang besar terhadap keberhasilan belajar siswa. Dengan
demikian, seorang guru harus dapat memilih pendekatan dan metode pembelajaran
yang tepat untuk mewujudkan tujuan tersebut.
Salah satu model pembelajaran yang dapat dipilih guru untuk menciptakan
iklim pembelajaran yang kondusif agar dapat meningkatkan hasil belajar siswa
adalah model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Square.
Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan
faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan
sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya
berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok
harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran.
Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu
teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran. Menurut Suyanto (2009:16)
pembelajaran kooperatif membuat siswa yang bekerja dalam kelompok akan belajar
lbh banyak dibandingkan dengan siswa yang kelasnya dikelola secara tradisional.
Pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Square merupakan model
pembelajaran kooperatif yang dikembangkan dari model pembelajaran kooperatif
tipe Think-Pair-Share oleh Spencer Kangan pada tahun 1933.
2. Teori
2.1
Pembelajaran Kooperatif
a) Hakikat
Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pengajaran dimana siswa
belajar dalam kelompok kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda.
Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling kerjasama dan
membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif
dikembangkan berdasarkan teori belajar kooperatif kontruktivis. Hal ini
terlihat pada salah satu teori Vigotsky yaitu penekanan pada hakikat
sosiokultural dari pembelajaran Vigotsky yakni bahwa fase mental yang lebih
tinggi pada umumnya muncul pada percakapan atau kerjasama antara individu
sebelum fungsi mental yang lebih tinggi terserap dalam individu tersebut.
Implikasi dari teori vigotsky dikehendakinya susunan kelas berbentuk
kooperatif.
Model Pembelajaran kooperatif sangat berbeda dengan model pengajaran
langsung. Di samping model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai
hasil belajar akademik, model pembelajaran kooperatif juga efektif untuk
rnengembangkan keterampilan sosial siswa. Beberapa ahli berpendapat bahwa model
ini unggul dalarn membantu siswa memahami konsep konsep yang sulit. Para
pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif
telah dapat meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik, dan perubahan
norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Dalam banyak kasus, norma budaya
anak muda sebenarnya tidak menyukai siswa siswa yang ingin menonjol secara
akademis. Robert Slavin dan pakar lain telah berusaha untuk mengubah norma ini
rnelalui penggunaan pembelajaran kooperatif.
Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar,
pembelajaran kooperatif dapat memberikan keuntungan baik pada siswa kelompok
bawah maupun kelompok atas kerja bersama menyelesaikan tugas tugas akademik,
siswa kelompok atas akan menjadi tutor bagi siswa kelompok bawah, jadi
memperoleh bantuan khusus dari teman sebaya, yang memiliki orientasi dan bahasa
yang sama. Dalam proses tutorial ini, siswa kelompok atas akan meningkat
kemapuan akademiknya karena memberi pelayanan sebagai tutor rnembutuhkan
pemikiran lebih dalam tentang hubungan ide ide yang terdapat di dalam materi
tertentu.
Tujuan penting lain dari pembelajaran kooperatif adalah untuk rnengajarkan
kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini amat
penting untuk dimiliki di dalam masyarakat di mana banyak kerja orang dewasa
sebagian besar dilakukan dalam organisasi yang saling bergantung sama lain dan
di mana masyarakat secara budaya semakin beragam. Sementara itu, banyak anak
muda dan orang dewasa masih kurang dalam keterampilan sosial.
Dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja. Namun
siswa juga harus mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang disebut
keterampilan kooperatif. keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk
melancarkan hubungan, kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat di bangun
dengan mengembangkan komunikasi antar anggota kelompok sedangkan peranan tugas
dilakukan dengan membagi tugas antar anggota kelompok selama kegiatan.
Pembelajaran kooperatif sebagai salah satu strategi belajar mengajar adalah
suatu cara mengajar dimana siswa dalam kelas dipandang sebagai kelompok atau
dibagi dalam beberapa kelompok. Pembelajaran kooperatif berimplikasi pada
terjadinya cognitive elaboration, peer collaboration (berupa
tutorial teman sebaya), dan peer copying model, yang pada
akhirnya mengarah kepada peningkatan prestasi akademik dan penghargaan diri,
perbaikan sikap siswa (kecintaannya) terhadap teman sebaya, sekolahnya, serta
mata pelajarannya, gurunya, dan lebih terdorong untuk belajar dan berpikir. Di
samping itu, penerapan pembelajaran kooperatif dapat mempercepat perolehan
beberapa keterampilan inti, seperti: keterampilan kognitif, keterampilan
afektif, berpikir kritis, dan berdampak pada pengukuran prestasi dan sikap,
pada tingkat pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan tinggi. Dengan landasan
kerja student led discussion, khusus bagi siswa yang prestasinya rendah,
kebermanfaatan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan motivasinya, prestasi
akademiknya, dan nilai-nilai sosial seperti kepekaan dan toleransi.
Untuk mencapai hasil maksimal, ada lima unsur yang harus diterapkan dalam
pembelajaran kooperatif yaitu (Wena, 2009:190):
1. Saling
ketergantungan positif
Untuk
menciptakan kelompok kerja yang efektif , pengajar perlu menyusun tugas
sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya
sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka. Guru menciptakan suasana
yang mendorong siswa merasa saling dibutuhkan.
2. Tanggung
jawab perseorangan
Pengajar yang
efektif dalam model pembelajaran kooperatif membuat persiapan dan menyusun
tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanankan
tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa
dilaksanakan.
3. Tatap muka
Para anggota
kelompok perlu diberi kesempatan untuk saling mengenal dan menerima satu sama
lain dalam kegiatan tatap muka dan interaksi pribadi. Inti dari sinergi ini
adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan
masing-masing.
4. Komunikasi
antar anggota
Keberhasilan
suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling
mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka.
5. Evaluasi
proses kelompok
Pengajar perlu
menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja
kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan
efektif.
Penggunaan model pembelajaran kooperatif untuk mengajar mempunyai tujuan
agar siswa mampu bekerjasama dengan teman lain dalam mencapai tujuan bersama.
b) Keunggulan
dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif
Adapun
keuntungan penggunaan pembelajaran kooperatif adalah:
1)
Memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menggunakan keterampilan bertanya dan membahas
suatu masalah.
2)
Memberikan
kesempatan kepada siswa untuk lebih intensif mengadakan penelitian mengenai
suatu masalah.
3)
Mengembangkan
bakat kepemimpinan dan mengajarkan keterampilan berdiskusi.
4)
Memungkinkan
guru untuk lebih memperhatikan sebagai individu serta kebutuhannya dalam
belajar.
5)
Siswa lebih
aktif bergabung dengan teman mereka dalam pelajaran, mereka lebih aktif
berpartisipasi dalam berdiskusi.
6)
Memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan rasa menghargai dan menghormati
antar siswa, dimana mereka telah saling bekerja sama dalam kelompok untuk
mencapai tujuan bersama.
Kelemahan-kelemahan
pembelajaran kooperatif antara lain sebagai berikut:
1)
Kerja sama
kelompok seringkali hanya melibatkan kepada siswa yang mampu, sebab mereka
cukup memimpin dan mengarahkan kepada mereka yang kurang mamapu.
2)
Strategi ini
kadang menuntut pengaturan tempat duduk yang berbeda-beda dan gaya mengajar
yang berbeda pula.
3)
Keberhasilan
strategi kelompok ini bergantung kepada kemampuan siswa memimpin kelompok atau
bekerja sendiri.
c) Tujuan
Pembelajaran Kooperatif
Tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok konvensional yang
menerapkan sistem kompetisi, di mana keberhasilan individu diorientasikan pada
kegagalan orang lain. Sedangkan tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah
menciptakan situasi di mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi
oleh keberhasilan kelompoknya. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk
mencapai setidaktidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum oleh
Ibrahim, et al.(dalam Sumarliyah, 2010),yaitu:
a. Hasil
belajar akademik
Dalam belajar
kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi
siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat
bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para
pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan
kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan
perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar, di samping mengubah
norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat
memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang
bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.
b. Penerimaan
terhadap perbedaan individu
Tujuan lain
model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang
yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan
ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari
berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja deagan saling bergantung pada
tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar
saling menghargai satu sama lain.
c. Pengembangan
keterampilan sosial
Tujuan penting
ketiga pembelajaran kooperatif adalah, mengajarkan kepada siswa keterampilan
bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial, penting dimiliki
oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan
sosial.
2.2
Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Square
Model pemelajaran kooperatif tipe tink-pair-square merupakan modifikasi
dari model pembelajaran kooperatif tipe tink-pair-share dan dikembangkan
oleh Spencer Kangan pada tahun 1933. Think-Pair-Square memberikan
kesempatan kepada siswa mendiskusikan ide-ide mereka dan memberikan suatu
pengertian bagi mereka untuk melihat cara lain dalam menyelesaikan masalah.
Jika sepasang siswa tidak dapat menyelesaikan permasalahan tersebut, maka
sepasang siswa yang lain dapat menjelaskan cara menjawabnya. Akhirnya, jika
permasalahan yang diajukan tidak memiliki suatu jawaban benar, maka dua pasang
dapat mengkombinasikan hasil mereka dan membentuk suatu jawaban yang lebih
menyeluruh (Millis dkk. dalam http://www.scribd.com/doc/44381080).
Kesempatan yang diberikan dalam pembelajaran Think-Pair-Square merupakan
pemberian waktu kepada siswa untuk memikirkan jawaban mereka masing-masing,
kemudian memasangkan dengan seorang teman untuk mendiskusikannya.
Akhirnya meminta siswa bergabung dengan kelompok lain. Inilah yang merupakan
letak perbedaan Think-Pair-Square dengan pendekatan Think-Pair-Share
yaitu proses pengelompokannya pada Think-Pair-Share adalah proses
pengelompokannnya terjadi satu kali sedangkan pada Think-Pair-Square
proses pengelompokannya terjadi dua kali yaitu adanya penggabungan dua kelompok
menjadi satu kelompok.
Model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Square digunakan untuk
meningkankan kemampuan berpikir, berkomunikasi, dan mendorong siswa untuk
berbagi informasi dengan siswa lain. Dalam pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Square
membagi siswa ke dalam kelompok secara heterogen yang terdiri dari
empat orang.
a)
Keunggulan dan
Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Square
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Square memiliki
keunggulan dan kekurangan. Keunggulan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Square
adalah:
(1) Optimalisasi
partisipisasi siswa dalam kegiatan pembelajaran dan memberi kesempatan kepada
siswa untuk dikenali dan menunjukkan partisipasi mereka kepada siswa lain.
(2) Siswa dapat
meningkatkan motivasi dan mendapatkan rancangan untuk berpikir, sehingga siswa
dapat mengembangkan kemampuannya dalam menguji ide dan pemahamannya sendiri.
(3) Siswa akan
lebih banyak berdiskusi, baik pada saat berpasangan, dalam kelompok berempat,
maupun dalam diskusi kelas, sehingga akan lebih banyak ide yang dikeluarkan
siswa dan akan lebih mudah dalam merekonstruksi pengetahuannya.
(4) Setiap siswa
mendapatkan kesempatan untuk berdiskusi dengan siswa yang lebih pintar ataupun
dengan siswa yang lebih lemah.
(5) Dalam kelompok
berempat, guru lebih mudah membagi siswa untuk berpasangan.
(6) Dominasi guru
dalam pembelajaran semakin berkurang. Guru hanya berperan sebagai fasilitator
dan motivator bagi siswa untuk berusaha mengerjakan tugas dengan baik.
Selain beberapa keunggulan di atas, pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Square
juga memiliki kelemahan. Kelemahan-kelemahan model pembelajaran kooperatif
tipe Think-Pair-Square diantaranya sebagai berikut.
(1) Guru harus
pandai mengatur waktu sehingga setiap tahapan dapat dilalui.
(2) Guru harus
dapat mensosialisasikan setiap tahapan berlangsung lebih baik.
(3) Memungkinkan
terjadinya kesulitan pengembilan kesimpulan saat siswa berdiskusi mengenai
suatu pokok materi.
b)
Ciri-Ciri
Pembelajaran Koopratif Tipe Think-Pair-Square
(1) Guru membagi siswa dalam kelompok
berempat dan memberi tugas kepada semua kelompok.
(2) Setiap siswa memikirkan dan mengerjakan
tugas tersebut sendiri.
(3) Siswa berpasangan dengan salah satu
rekan dalam kelompok dan berdiskusi dengan pasangannya.
(4) Kedua pasangan bertemu kembali dalam
kelompok berempat. Setiap siswa mempunyai kesempatan untuk membagi hasil kerja
kepada kelompok berempat.
c)
Tahap-Tahap
Pembelajaran (Sintaks) Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Square
Tahap-tahap pembelajaran model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Square
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1
Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Square
Langkah-langkah
|
Kegiatan Pembelajaran
|
Tahap 1
Pendahuluan
|
- Guru
menjelaskan aturan main dan batasan waktu tiap kegiatan, memotivasi siswa
terlibat pada aktivitas pemecahan masalah.
- Guru membagi
kelompok yang terdiri dari empat orang
- Guru
menentukan pasangan diskusi siswa.
- Guru menjelaskan
kompetensi yang harus dicapai oleh siswa.
|
Tahap 2
Think
|
- Guru menggali
pengetahuan awal siswa.
- Guru
memberikan Lembar Kerja Siswa (LKS) kepada seluruh siswa.
- Siswa
mengerjakan LKS tersebut secara individu.
|
Tahap 3
Pair
|
- Siswa
berdiskusi dengan pasangan mengenai jawaban tugas yang dikerjakan secara
individu.
|
Tahap 4
Square
|
- Kedua
pasangan bertemu dalam satu kelompok untuk berdiskusi mengenai permasalahan
yang sama.
|
Tahap 5
Diskusi kelas
|
- Beberapa
kelompok tampil di depan kelas untuk mempresentasikan jawaban LKS.
|
Tahap 6
Penghargaan
|
- Siswa dinilai
secara individu dan kelompok
|
Penjelasan dari
setiap langkah tersebut adalah sebagai berikut.
1) Tahap
Pendahuluan
Awal pembelajaran dimulai dengan penggalian apersepsi sekaligus memotivasi
siswa agar terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah. Pada tahap ini, guru
juga menjelaskan aturan main serta menginformasikan batasan waktu untuk setiap
tahap kegiatan. Kemudian guru membagi kelompok secara jeterogen dan menentukan
pasangan diskusi.
2) Think (Berpikir
secara individu)
Pada tahap think, siswa diminta untuk berpikir secara mandiri mengenai
pertanyaan atau masalah yang diajukan dapat juga dalam bentuk LKS. Pada tahapan
ini, siswa menuliskan jawaban mereka, hal ini karena guru tidak dapat memantau
semua jawaban siswa sehingga melalui catatan tersebut guru dapat mengetahui
jawaban yang harus diperbaiki atau diluruskan di akhir pembelajaran.
Kelebihan dari tahap ini adalah adanya waktu berpikir yang memberikan
kesempayan kepada siswa untuk berpikir mengenai jawaban mereka sendiri sebelum
pertanyaan tersebut dijawab oleh siswa lain. Selain itu, guru dapat mengurangi
masalah dari adanya siswa yang mengobrol, karena tiap siswa memiliki tugas
untuk dikerjakan sendiri.
3) Pair
(Berpasangan)
Langkah
selanjutnya adalah siswa berpasangan dengan teman yang sudah ditentukan oleh
guru, sehingga dapat saling bertukar pikiran. Setiap siswa saling berdiskusi
mengenai jawaban mereka sebelumnya, sehingg mereka menyepakati jawaban yang
akan dijadikan bahan diskusi kelompok.
4) Square
(Berbagi jawaban dengan pasangan lain dalam satu kelompok)
Dalam tahap ini, setiap pasangan berbagi hasil pemikiran mereka dengan pasangan
lain dalam satu kelompok. Pasangan yang belum menyelesaikan permasalahannya
diharapkan dapat menjadi lebih memahami pemecahan masalah yang diberikan
berdasarkan penjelasan pasangan lain dalam kelompoknya.
5) Diskusi
Kelas
Beberapa kelompok tampil di depan kelas untuk mempresentasikan hasil jawaban
LKS. Pada saat ini terjadi diskusi kelas.
6) Tahap
Penghargaan Kelompok
Penghargaan kelompok diberikan melalui dua cara. Yang pertama, diberikan di
setiap pertemuan, yaitu di akhir pertemuan. Siswa dinilai secara individu dan
kelompok. Penilaian dilihat melalui aktivitas selama pembelajaran kooperatif
tipe think-pair-square.
Cara kedua, penghargaan diberikan secara akumulasi pada pertemuan ketiga.
Penghargaan diberikan kepada kelompok yang memiliki nilai paling besar. Nilai
kelompok diperoleh dari selisih nilai ketika siswa mengerjakan LKS secara
individual (fase think) dan secara berdiskusi (fase pair dan fase
square).
Cara kedua dipilih karena melalui selisih nilai LKS pada tahap think
dengan tahan berdiskusi (pair dan square) memerlukan waktu lama,
sehingga penilaian tidak mungkin dilakukan selama proses pembelajaran. Maka
penilaian dilakukan di luar jam pelajaran.
Konstelasi
antara ciri-ciri pembelajaran kooperatif tipe think-pair-square dan
tahap-tahap pembelajaran seperti yang terlihat dalam tabel 1, terlihat pada
tabel berikut.
Tabel 2
Konstelasi antara ciri dan sintaks pembelajaran
kooperatif tipe think-pair-square
Ciri Pembelajaran
|
Konstelasi
|
Kegiatan Pembelajaran
|
(1) Guru membagi
siswa dalam kelompok berempat dan memberi tugas kepada semua kelompok.
(2) Setiap siswa
memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri.
(3) Siswa
berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompok dan berdiskusi dengan
pasangannya.
(4) Kedua
pasangan bertemu kembali dalam kelompok berempat. Setiap siswa mempunyai kesempatan
untuk membagi hasil kerja kepada kelompok berempat.
|
|
1) Guru membagi siswa secara heterogen
yang beranggotakan 4 orang.
2) Guru menentukan pasangan tiap orang
dalam kelompok yang telah dibentuk.
Tahap Think
3) Guru menggali pengetahuan awal siswa.
4) Guru membagikan tugas (LKS).
5) Siswa mengerjakan tugas dan
menuliskan jawaban secara mandiri.
Tahap Pair
6) Siswa berdiskusi dengan pasangan
mengenai jawaban tugas yang dikerjakan secara individu.
Tahap Square
7) Kedua pasangan bertemu dalam satu
kelompok untuk berdiskusi mengenai permasalahan yang sama.
|
d)
Penerapan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Square dalam Pembelajaran Bahasa
Indonesia
Berikut ini adalah contoh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe think-pair-square
dalam pembelajaran bahasa Indonesia pada siswa kelas XI SMA.
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
Satuan
Pendidikan : SMA
Mata Pelajaran
: Bahasa Indonesia
Kelas/Semester
: XI/1 (gasal)
Alokasi Waktu
: 2 x 45 menit (1
kali pertemuan)
Standar
Kompetensi : Membaca
3. Mampu memahami ragam wacana tulis
dengan membaca intensif dan membaca nyaring.
Kompetensi Dasar : 3.1
Menemukan perbedaan paragraf induktif dan deduktif melalui kegiatan
membaca intensif
Indikator
:
1.
Menemukan
kalimat yang mengandung gagasan utama pada paragraf
2.
Menemukan
kalimat penjelas yang mendukung gagasan utama
3.
Menemukan
paragraf induktif dan deduktif
4.
Mengidentifikasi
ciri paragraf induktif dan deduktif
5.
Menjelaskan
perbedaan antara paragraf induktif dengan induktif
I. Tujuan Pembelajaran
1.
Siswa mampu menemukan
kalimat utama dan kalimat penjelas pada paragraf.
2.
Siswa mampu
mengidentifikasi ciri paragraf induktif dan deduktif
3.
Siswa mampu
menemukan paragraf induktif dan deduktif
4.
Siswa mampu
menjelaskan perbedaan antara paragraf induktif dengan induktif
5.
Siswa mampu
mengidentifikasi pola-pola pengembangan paragraf
II. Materi Pembelajaran
1.
Pengetian
Paragraf
Paragraf adalah gabungan beberapa kalimat yang
memiliki kesatuan ide atau gagasan; penuangan ide dalam bentuk rangkaian
kalimat yang tersusun secara teratur dan sistematis dalam kesatuan yang bulat.
Dalam paragraf terkandung satu unit buah pikiran yang didukung oleh semua
kalimat dalam paragraph tersebut (Sabarti Akhadiah, 1988: 144).
2.
Fungsi Paragraf
Dalam sebuah
wacana, selain sebagai penanda peralihan topik pembicaraan, paragraf juga
berfungsi untuk mencegah kebosanan terhadap suatu uraian yang panjang.
3.
Unsur-Unsur
yang Membangun Paragraf:
a. Tema
b. Kalimat
topik
c. Kalimat
penjelas
d. Judul
e. Tanda baca
4.
Paragraf
Deduktif dan Induktif
Berdasarkan
letak kalimat topik dalam suatu paragraf, paragraf debedakan menjadi dua, yaitu
paragraf deduktif dan paragraf induktif.
|
|
|
B. Pola ParagrafInduktif
Kalimat Penjelas
Kalimat Penjelas
Kalimat Penjelas
KalimatTopik
|
A. Pola
Paragraf Deduktuf
Kalimat Topik
Kalimat Penjelas
Kalimat Penjelas
Kalimat
Penjelas
5. Pola Pengembangan Paragraf /
Penalaran dalam Paragraf
Induktif (Generalisasi,
Analogi, Sebab-Akibat)
Penalaran
Deduktif (Silogisme, Entimen)
Penalaran
Induktif : Proses penalaran untuk menarik kesimpulan berupa
prinsip atau sikap yang berlaku umum berdasarkan atas fakta-fakta yang bersifat
khusus, prosesnya disebut induksi.
Penalaran
Deduktif : Didasarkan atas prinsif-prinsip umum ditarik kesimpulan
tentang suatu yang khusus yang merupakan bagian dari hal atau gejala tersbut.
Penalaran deduktif bergerak dari sesuatu yang umum kepada yang khusus.
1. Penalaran generalisasi merupakan
bagian penalaran induktif. Penarikan berdasarkan data yang sesuai dengan
fakta atau data. Fakta atau data dapat diperoleh melalui penilaian pengamatan,
atau hasil survei. Jumlah data atau fakta khusus yang dikemukakan harus cukup
dan dapat mewakili.
contoh:
Berdasarkan pengamatan yang
dilakukan kepada siswa SMA 2000. Saat mereka melaksanakan upacara, semua siswa
memakai sepatu hitam dan kaus kaki putih. Pakaian mereka putih-putih dan kemeja
dimasukkan ke dalam celana dan ke dalam rok, memakai ikat pinggang warna hitam.
Pakaian mereka dilengkapi lagi dengan dasi dan topi abu-abu. Jadi, dapat
dikatakan siswa SMA 2000 pakaiannya seragam dan tertib sewaktu
mengikuti upacara.
2. Penalaran analogi, bagian
dari induktif. Penalaran dengan membandingkan dua hal yang berbeda,
tetapi memiliki berbagai persamaan. Berdasarkan banyak kesamaan tersebut, ditariklah
suatu kesimpulan.
contoh:
Seseorang yang menuntut ilmu sama
halnya dengan mendaki gunung. Sewaktu mendaki, ada saja rintangan seperti jalan
yang licin yang membuat seseorang jatuh. Ada pula semak belukar yang sukar
dilalui. Dapatkah seseorang melaluinya? Begitu pula bila menuntut ilmu,
seseorang akan mengalami rintangan seperti kesulitan ekonomi, kesulitan
memahami pelajaran, dan sebagainya. Apakah Dia sanggup melaluinya? Jadi,
menuntu ilmu sama halnya dengan mendaki gunung untuk mencapai puncaknya.
3. Penalaran sebab-akibat juga
merupakan bagian induktif. Penalaran dimulai dengan mengemukakan fakta
berupa sebab lalu disusul dengan kesimpulan yang berupa akibat.
contoh:
Hujan berturut-turut mengguyur desa
kami. Air sungai berangsurangsur naik. Jalan dan halaman rumah pun mulai
digenangi air. Akhirnya, banjir pun melanda desa kami.
4. Silogisme
adalah bagian penalaran deduktif.
Contoh:
Premis Mayor : Barang siapa melanggar praturan X harus dihukum.
Premis Minor : Ia melanggar peraturan X.
Kesimpulan : Ia harus dihukum.
5. Entimen merupakan bagian dari penalaran deduktif. Entimen pada
dasarnya sama dengan silogisme. Tetapi, di dalam entimen salah satu premisnya
dihilangkan / tidak diucapkan karena sudah sama-sama diketahui.
Contoh:
Menipu adalah dosa karena merugikan orang lain.
Kalimat diatas
dapat dipenggal menjadi dua:
a. Menipu
adalah dosa.
b. Karena
(menipu) merugikan orang lain.
Kalimat a
merupakan kesimpilan dan b adalah premis minor. Maka silogisme dapat disusun:
Premis Mayor :
Premis Minor : menipu merugikan orang lain
Kesimpulan : menipu adalah dosa.
III. Metode
Pengajaran
1. Model
pembelajaran kooperatif tipe think-pair-square
2. Diskusi
3. Tanya jawab
4. Penugasan
IV.
Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran (Skenario Pembelajaran)
No
|
Kegiatan
|
Waktu
|
A.
1.
2.
3.
4.
5.
B.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
C.
1.
2.
3.
|
Kegiatan Awal (Pendahuluan)
Guru memberi salam kepada siswa.
Mengabsen siswa.
Guru
menyampaikan sebuah cerita kiasan/analogi: dalam sebuah pesta/perjamuan
atau pertemuan, biasanya orang-orang penting /pejabat duduk
di barisan depan. Semakin ke belakang, berisi orang-orang yang tidak
penting/tidak berpengaruh. Penyusunan formasi seperti itu tentu mempunyai
suatu maksud.
Dalam
mengarang, penulis pun mempunyai pola-pola tertentu dalam mengatur
penempatan gagasan penting atau pokok. Ada yang
berpola umum – khusus, penting - tidak penting, pokok -penjelas,
atau sebaliknya.
Guru membagi
siswa dalam kelompok heterogen yang beranggotakan 4 orang.
Guru
menyampaikan tujuan pembelajaran
Kegiatan Inti
Tahap Think
Guru
berdiskusi mengenai jenis-jenis paragraf dan pola pengembangan paragraf. (Eksporasi)
Guru menugaskan siswa
membaca dengan intensif paragraf-paragraf yang telah disiapkan dalam bentuk
LKS. (Eksporasi)
Siswa secara
individu berusaha menemukan kalimat topik dan kalimat penjelas
dari paragraf-paragraf yang diberikan. (Eksporasi)
Siswa
berusaha menemukan pola-pola paragraf dan menuliskan hasil identifikasi
mereka. (Eksporasi)
Tahap Pair
Guru
menugaskan siswa dengan pasangannya mendiskusikan jenis paragraf, perbedaan
antara paragaf deduktif dan induktif, dan pola pengembangan paragraf yang ada
dalam LKS. (Elaborasi dan Konfirmasi dari sesama anggota kelompok)
Tahap Square
Guru
menugaskan siswa bergabung dengan pasangan lain dalam kelompok mereka dan
mendiskusikan kembali mengenai jenis paragraf, perbedaan, dan pola
pengembangan paragraf. (Elaborasi dan Konfirmasi dari sesama anggota
kelompok)
Guru
menugaskan beberapa kelompok untuk mempresentasihakan hasil diskusi yang
telah dilakukan. (Konfirmasi)
Guru
menugaskan kelompok lain untuk memberikan komentar. (Konfirmasi)
Guru
memberikan penjelasan dan mengumumkan kelompok terbaik. (Konfirmasi)
Kegiatan
Akhir (penutup)
Guru dan
siswa melakukan refleksi
Siswa
merangkum materi
Evaluasi
dengan tanya jawab
|
10 menit
5 menit
5 menit
5 menit
5 menit
15 menit
15 menit
10 menit
5 menit
5 menit
10 menit
|
V.
Alat/Bahan/Sumber Belajar
·
Akhadiah,
Sabarti, dkk. 1988. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia.
Jakarta: Erlangga.
·
Ambarwati, Sri.
_. Bahasa Indonesia ”KREATIF” (LKS). Klaten: Viva Pakarindo.
·
Keraf, Gorys.
2001. Komposisi. Ende: Nusa Indah.
·
Mafrukhi, dkk.
2007. Kompeten Berbahasa Indonesia untuk SMA Kelas XI. Jakarta:
Erlangga.
·
Putrayasa, Ida
Bagus. 2007. Analisis Kalimat (Fungsi, Kategori, dan Peran). Bandung: PT
Refika Aditama.
·
Suyoto,
Agustinus. 2009. Dasar-Dasar Analisis Kalimat. http://agsuyoto.files.wordpress.com/2008/07/analisis-kalimat.doc.Diakses
tanggal 22 Juli 2009.
VI. A.
Penilaian Psikomotor dan Afektif
No.
|
Nama Siswa
|
Aspek
yang Dinilai
|
Skor total
|
Kerajinan
|
Kesiplinan
|
Tanggung jawab
|
Kerja sama
|
Keberanian
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
B. Penilaian Kognitif
Teknik
Penilaian
|
Bentuk
Instrumen
|
Instrumen
|
Tes Uraian
|
Tes Essai
kriteria penilaian :
5 : jika jawaban sempurna
4 : jika jawaban
mendekati sempurna
3 : jika jawaban hampir sendekati
sempurna
2 : jika jawaban cukup
1 : jika jawaban salah
Skor = skor
siswa x 100
Skor maksimal
|
1. Identifkasilah
jenis-jenis paragraf dalam artikel tersebut (artikel dari koran)!
2. Jelaskan
perbedaan antara paragraf induktif dan deduktif!
3. Identifikasilah
pola pengembangan paragraf-paragraf tersebut!
|
Mengetahui/menyetujui,
Kepala SMAN ....................
................................................
|
Singaraja, Juni 2010
Guru Mata Pelajaran Bahasa
Indonesia
I Putu Mas
Dewantara
|
DAFTAR PUSTAKA
Sumarliyah, Eni. 2010. Upaya Peningkatan Motivasi dan Prestasi Belajar
Keperawatan Medikal Bedah melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan
Iringan Musik. Tesis (Tidak diterbitkan). Program Pascasarjana, Program
Studi Kedokteran Keluarga Minat Utama Pendidikan Profesi Kesehatan, Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
Suyanto, Kasihan K. E.. 2009. Model Pembelajaran (Materi Acuan
pada Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) di PSG Rayon 15).
Universitas Negeri Malang.
Wena, Made. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu
Tinjauan Konseptual Operasional. Jakarta: Bumi Aksara